Beberapa Fikih Shalat Waria (Khuntsa)

Fikih Shalat Terkait banci


Banci yaitu orang yang tidak diketahui atau tidak terperinci jenis kelaminnya. Atau tidak diketahui apakah ia pria atau perempuan, atau gejala yang ada saling bertentangan sehingga mengakibatkan keraguan.

 Maka untuk pembahsan bencong ini ada beberapa aturan yang harus diketahui.
Banci, atau dalam bahasa arab disebut khuntsa terbagi menjadi dua :



1.    Khuntsa ghairu musyikil,

 yaitu yang diketahui gejala kelaminnya apakah ia pria atau wanita. Maka hukum-hukum fikih yang berlaku padanya sesuai dengan gejala kelamin yang nampak padanya, bila gejala kelaminnya menampakan pria maka dihukumi sebagaimana laki-laki, dan bila gejala kelaminnya menampakan perempuan maka dihukumi sebagaimana wanita.

2.    Khuntsa musyikil,

Yaitu tidak diketahui atau tidak terperinci gejala kelaminnya, atau tidak diketahui secara niscaya apakah ia pria atau wanita, atau gejala yang ada saling bertentangan sehingga mengakibatkan keraguan.
Maka untuk khuntsa musyikil ini ada beberapa aturan fikih yang harus diketahui :

Banci yaitu orang yang tidak diketahui atau tidak terperinci jenis kelaminnya Beberapa Fikih Shalat Banci (Khuntsa)
shalat

1. Banci (khuntsa musyikil) tidak wajib shalat berjama’ah di masjid

Ia tidak wajib shalat jama’ah di masjid dan hendaknya ia shalat dirumah. SAyeikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menyampaikan :

“khuntsa ialah orang yang tidak diketahui apakah ia pria atau wanita. Ia tidak wajib shalat berjama’ah, alasannya ialah shalat berjama’ah diwajibkan atas laki-laki, dan hal itu tidak dipastikan ada pada dirinya. Dan aturan asalnya adaalah bara’atu dzimmah  (tidak ada kewajiban) dan tidak ada tuntunan untuk melakukannya” (asy syahrul mumthi’. 1/140).

2. Banci (khuntsa musykil) boleh shalat berjama’ah dimasjid namun ditempatkan pada shaf khusus

Walau tidak diwajibkan shalat dimasjid, namun bencong khuntsa musykil masih dibolehkan untuk shalat disana dan shalatnya sah. Namun ditempatkan pada shaf khusus.

“tidak ada khilaf antara fuqoha bila dalam shalat berjama’ah ada laki-laki, anak kecil, banci, wanita, maka urutan yang terdepannya ialah laki-laki, kemudian anak kecil, kemudian banci, kemudian wanita. Jika yang menjadi makmum hanya ada 1 orang banci, ulama Hanabilah menegaskan bahwa bencong tetap bangkit disebelah kanan imam. Karna bila hakikatnya beliau itu laki-laki, maka sudah benar tempatnya. Dan bila hakikatnya ia wanita, maka shalat tidak menjadi batal bila ada perempuan bangkit disebelah imam, sebagaimana juga tidak batal shalat seorang perempuan bila ia bangkit disebelah laki-laki. Dan yang masyhur di kalangan ulama Hanafiyah, bencong yang bangkit sejajar dengan imam mengakibatkan batalnya shalat” (Al mausyu’ah Al fiqhiyyah Al kwaitiyyah,25/20).

3. Banci (khuntsa musykil) shalat menutup aurat sebagaimana aurat wanita

Sebagian ulama beropini bencong wajib shalat dengan memakai epilog aurat yang menutupi kepingan badan yang termasuk aurat wanita. Dikarenakan adanya kemungkinan bahwa ia ialah wanita, dan ini merupakan pendapat yang lebih hati-hati.

“ulama Hanafiyyah dan Syafiiyyah beropini bahwa aurat bencong itu sebagaimana aurat wanita. Bahkan termasuk juga rambut yang ada diwajahnya, selain wajah dan telapak tangan. Dan malikiyyah menegaskan bahwa bencong wajib menutup aurat sebagaimana aurat perempuan dalam shalat, Dalam rangka kehati-hatian. Adapun ulama Hanabilah, beropini bahwa aurat bencong itu ibarat laki-laki. Karna adanya aksesori kewajiban menutup aurat lebih dari aurat pria itu masih belum pasti. Maka masalah yang belum niscaya dan simpang siur tidak sanggup memperlihatkan beban wajib kepadanya” (AlMausyu’ah AlFiqhiyyah Alkuwwaitiyyah, 20/23).

Al Majd berkata :
” pendapat yang lebih hati-hati untuk khuntsa musykil ialah wajib menutup aurat sebagaimana aurat wanita” (Syarah AlMuntaha, 1/150).

Abul Fadhl Al Hanafi juga menyampaikan :
“Banci hendaknya shalat memakai epilog wajah karna adanya kemungkinan bahwa ia ialah wanita” (Al Ikhtiyar, 3/39).

4. Banci (khuntsa musykil) dilarang mengimami pria atau banci

Banci dilarang mengimami pria dan bencong namun boleh mengimami wanita.
“Tidak sah status imam seorang bencong bila makmumnya pria atau bencong ibarat dia, tanpa adanya khilaf dalam problem ini. Karna adanya kemungkinan bahwa ia ialah wanita, sedangkan yang diimami laki-laki. Namun sah status imamnya bila makmumnya wanita, namun makruh bagi sebagian ulama atau tidak makruh berdasarkan jumhur ulama” (AlMausyu’ah AlFiqhiyyah Alkuwwaitiyyah, 6/204).

5. Posisi bencong (khuntsa musyikil) saat mengimami perempuan

Para ulama khilaf mengenai posisi bencong saat mengimami wanita.
Ulama Hanafiyah, Syfiiyyah, dan Hanabilah selain Ibnu Aqil beropini bahwa bila bencong mengimami perempuan maka ia bangkit didepan, bukan ditengah shaf karna adanya kemungkinan bahwa ia ialah laki-laki, sehingga bila ia di tempatkan ditengan shaf maka ini artinya ada kesejajaran antara shaf perempuan dan laki-laki, dan hal ini terlarang. Namun Syafiiyyah beropini bahwa hal ini sunnah, sehingga bila dilanggar tidak mengakibatkan batalnya shalat. Adapun Ibnu Aqil ia beropini bencong bangkit ditengah shaf bukan didepan” (AlMausyu’ah AlFiqhiyyah Alkuwwaitiyyah, 25/20).

6. Banci (khuntsa musyikil) dilarang menjadi makmum dari imam perempuan

Syaik Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyampaikan :
“Tidak sah bila perempuan menjadi imam bagi banci, karna adanya kemungkinan bahwa ia ialah laki-laki” (Asy Syahru Al Mumthi’, 4/223).





Ringkasan fatwa Syaikh Muhammad Al Munajid di http://islamqa.info/ar/221919

LihatTutupKomentar