LDR sudah ada semenjak Tahun 1920 hingga kini masih LDR?
Roman atau Novel angaktan 1920-an yang juga dikenal dengan nama angakatan Balai Pustama mempunyai ciri khas. Ciri khas novel, lebih khususnya yaitu alurnya, yang aku tulis di sini yaitu alur hasil penelitian intetekstualitas karya sastra angkatan 1920an dengan angkatan periode setelahnya.
Menuruti Rachmat Djoko Pradopo, Roman atau Novel angkatan 1920an mempunyai ciri khas alur sebagai berikut:
LDR - Pengertian LDR dan Sejarahnya dalam Sastra Indonesia Sumber gambar: unycommunity.com |
Cerita diawali dengan pertemuan dua orang pria dan wanita semenjak masih kanak-kanak. Mereka bersahabat dan beteman layaknya adik-kakak atau bersaudara. Kemudian sehabis tumbuh dewawas mereka saling meyakini bahwa mereka saling mempunyai rasa cinta. Tetapi alasannya yaitu masih menjaga moral atau kekerabatan lainnya mereka tidak saling mengungkapkan. Kemudian dua orang lelaki wanita yang sudah saling merasa jatuh cinta ini harus berpisah alasannya yaitu keadaan, ada yang alasannya yaitu bersekolah di daerah yang jauh, ada yang harus bekeja di daerah yang jauh. Beru kemudian mereka saling menyatakan cinta melalui surat.
Yang menjadi motor dalam contoh ini yaitu roman Azab dan Sengsara. Hal ini alasannya yaitu novel ini diangap sebagai karya sastra novel pertama Indonesia. Kemudian diikuti oleh novel-novel atau roman-roman setelahnya.
Dari kekerabatan jarak jauh ini, bukannya dapat menyatu mereka berdua malah terpisah oleh keadaan dan adat. Ada yang dinikahkan dengan orang lain pilihan orang tuanya. Mereka (lelaki perempuan) tokoh utama biasanya tidak dapat menyatu hingga selesai hidup menjemput.
Hampir semua roman atau novel yang terbit sekitar tahun 1920-an mempunyai contoh yang sama ibarat itu. Baik itu Sitti Nurbaya, Di Bawah Lindungan Kaabah, maupun Kalau Tak Untung.
Variasinya hanya alasannya yaitu prosesnya, contohnya ada yang bersahabat alasannya yaitu menjadi sahabat sekolah. Ada yang bersahabat alasannya yaitu orang tuanya mengangkat anak.
Penggunaan media surat sebagai alat untuk bercerita juga sama. Selalu ada dalam roman-roman angaktan Balai Pustaka. Surat juga menjadi media ‘penting’ yang menjadi alat pengungkap cinta saat sudah berpisah jauh, dan saat masih bersahabat tidak mau mengungkapkan cinta alasannya yaitu aib atau alasannya yaitu bertolak belakang dengan moral kebiasaan.
Jadi kalau ada penulis kini yang masih memakai alur ibarat ini:
Kenal – Teman – Adik Kakak-an – Berpisah – Saling mengungkapkan lewat surat (kalau kini mungkin dengan medsos atau chating) – LDR-an – Kemudian menyatu atau bahkan berpisah.
Ini yaitu alur Novel sebelum Indonesia merdeka. Jika ada penulis yang masih memakai struktur alur ibarat itu mungkin ia terjebak pada masa lalu. Atau alasannya yaitu mereka masih berpikir kolot, atau justru tidak berguru sastra. Hehehe.
Tetapi juga masih dapat dibela bahwa, Cinta itu tema yang selalu abadi. Entahlah.... yang terang Roman-roman karya sastrawan Angkatan 1920-an juga mengangkat kisah cinta dua dunia (kaya-miskin; bangsawan-orang biasa; atau kaum terdidik-dan kaum tak terdidik).
Sekarang pun masih banyak roman picisan yang mengangkat hal ibarat itu, misalnya: Sopirku Ganteng (majikan dengan sopir); dan sebagainya.
Melihat dari kecenderungan ini, jangan-jangan masih banyak sastrawan angkatan 1920 yang masih hidup dan berkaya hingga kini. J